Dalam pasal 23B UUD 1945 dituliskan bahwa “macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang” namun hingga 66 tahun Indonesia merdeka saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai mata uang Rupiah. Undang-undang mengenai mata uang selama ini masih tersebar dalam berbagai perundang-undangan baik itu di perudangan Bank Indonesia maupun di Keuangan Negara. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 23B UUD 1945 maka sudah seharusnya bila mata uang Rupiah yang adalah salah satu simbol kedaulatan negara memiliki undang-undangnya sendiri. Pro dan kontra pembahasan mengenai RUU mata uang sejak 2004 yang lalu, akhirnya setelah melalui proses yang panjang, RUU tersebut disahkan menjadi UU Mata Uang pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 31 Mei 2011.
Isi dari Undang-undang Mata Uang ini meliputi ketentuan umum, macam dan harga, ciri, desain, dan bahan Rupiah, pengelolaan, penggunaan, penukaran Rupiah, larangan, pemberantasan Rupiah palsu, pemeriksaan tindak pidana terhadap Rupiah, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Media Keuangan Vol. VI edisi Juni 2011 melaporkan bahwa terdapat beberapa substansi krusial dalam UU Mata Uang tersebut, antara lain:
1. Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan akan ikut menandatangani uang kertas rupiah bersama dengan pihak Bank Indonesia yang akan dilakukan sejak 17 Agustus 2014
2. Perencanaan, penentuan, pencetakan, dan pemusnahan Rupiah yang dahulu dilakukan oleh Bank Indonesia saja maka dengan adanya UU ini Bank Indonesia harus berkoordinasi dengan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut
3. Pemberantasan Rupiah palsu dilakukan oleh badan pemberantasan uang palsu; Selain itu akan dilakukan audit secara periodik terhadap pelaksanaan pencetakan, pengeluaran dan pemusnahan Rupiah oleh Badan Pemeriksa Keuangan
4. Setiap transaksi keuangan di wilayah NKRI harus menggunakan mata uang Rupiah
5. Perubahan harga rupiah atau redominasi akan diatur dalam undang-undang tersendiri sehingga selama perubahan harga rupiah belum diundangkan maka perubahan harga rupiah tidak bisa dilaksanakan.
Pengesahan RUU Mata Uang menjadi Undang-undang adalah berdasarkan pada berbagai pertimbangan yaitu pertimbangan historis, ekonomi dan hukum. Pertimbangan historis mengacu pada sejarah ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) yang mana Pemerintah ikut serta dalam penciptaan uang rupiah. Indonesia memiliki sistem perekonomian dimana Bank Indonesia bersifat sentral dan independent yang bukan bagian dari pemerintah sehingga logikanya sudah selayaknya bila pemerintah ikut dalam mengkoordinasikan mata uang rupiah yang dilakukan bersama dengan Bank Indonesia. Sebagai prateknya adalah penandatangan uang kertas yang akan dilakukan oleh pemerintah dan Bank Indonesia nantinya.
Pertimbangan ekonominya adalah kedudukan uang sebagai utang BI pada masyarakat. Ada ketentuan yang menyatakan bahwa BI mungkin saja mengalami posisi insolven atau bangkrut sehingga pemerintah wajib membantu. Itu artinya Pemerintah layak untuk ikut berkoordinasi dalam pengelolaan mata uang bahkan tandatangan mata uang kertas sehingga uang dapat dijamin tetap bernilai kredibel karena pemerintah tidak akan pernah bangkrut. Untuk pertimbangan hukumnya, dalam mata uang itu sendiri mencakup simbol-simbol negara sehingga undang-undang ini dapat menjadi kepastian hukum mata uang yang terkait dengan soal identitas atau simbol negara.
Poin positif dari UU mata uang ini yaitu kalau dulu mata uang segala pengelolaannya dilakukan oleh BI sekarang secara transparan dapat dilakukan pula oleh Pemerintah namun tetap menjaga independensi BI. Dengan adanya UU ini akan tercipta kondisi yang terkontrol dan transparan dalam pengelolaan mata uang antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia adalah sebuah kondisi check and balance tanpa mengurangi peranan Bank Indonesia sebagai pengelola kebijakan moneter dan peranan Pemerintah sebagai pengelola kebijakan fiskal. UU tentang mata uang ini diharapkan tidak mempersulit kerja kedua pihak melainkan dapat menjadi landasan yang kuat dan aturan yang jelas mengenai penggunaan, pencetakan, pengedaran, dan penarikan uang. Apabila semuanya telah berjalan dengan baik maka target-target perekonomian bersama akan lebih mudah tercapai dengan adanya undang-undang mata uang tersebut.
Salah satu poin krusial dalam UU tentang Mata Uang.
Salah satu poin dari UU tersebut yang sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra adalah mengenai kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam setiap transaksi yang terjadi di wilayah NKRI dan wilayah perbatasan. Pengaturan ini bertujuan untuk menjaga daya saing, daya beli dan daya tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing sehingga mata uang Rupiah tetap dapat menjadi tuan rumah di negara ini. Selain itu adanya aturan ini dapat menjadi penguat kedudukan mata uang rupiah mengingat sebentar lagi tepatnya 2015 direncanakan adanya single currency ASEAN atau mata uang tunggal ASEAN.
Keharusan penggunaan mata uang rupiah dalam segala transaksi di wilayah NKRI ini menimbulkan pro kontra dari beberapa orang dari kalangan profesi tertentu yang biasanya selama ini telah menerima penghasilan tidak dalam bentuk rupiah. Profesi-profesi itu adalah beberapa dokter, pengacara, akuntan, konsultan, dll. Selama ini beberapa perusahaan asing yang menggunakan profesi mereka akan membayar mereka dengan dollar, maka dengan berlakunya UU Mata Uang ini, Perusahaan-perusahaan asing tersebut harus menyesuaikan dan menggunakan pembayaran dengan mata uang rupiah bukan dengan dollar.
Apabila mereka melanggar dan tetap menerima dollar sebagai penghasilan mereka, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan terjerat pasal 33 UU tentang mata uang yang menyatakan bahwa setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dan penyelesaian kewajiban lainnya dengan uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pasal ini dianggap memberatkan mereka para profesi-profesi diatas yang mungkin beberapa biasanya menerima pembayaran dalam dollar.
Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa peraturan terkait kewajiban menggunakan mata uang rupiah untuk transaksi dalam negeri ini justru akan mempersulitkan kerja mereka. Namun dibalik itu semua mereka harus mengetahui bahwa UU mata uang ini bernilai positif terhadap nilai mata uang Rupiah. Menurut Destry Damayanti (Chief Economist Bank Mandiri) dalam media keuangan “Output nasional kita dihargai dengan dolar akan menyebabkan kebutuhan dolar menjadi semakin tinggi. Akhirya itu juga akan memberikan tekanan kepada rupiah”. Sehingga memang UU tentang mata uang ini memiliki tujuan yang baik dalam menjamin dan menjaga stabilitas uang rupiah dalam pasar valuta asing.
Kesimpulannya adalah UU tentang Mata Uang tersebut dapat menjadi landasan hukum dan kepastian hukum yang kuat dalam pengelolaan dan pengendalian Rupiah. Proses perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran kemudian penarikan, penghapusan, pemusnahan rupiah menjadi lebih transparan. Peran Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan dalam check and balance untuk pelaksanaan peraturan tersebut sangat dibutuhkan. Mereka harus dapat berkoordinasi dengan baik agar nilai mata uang dapat memiliki stabilitas tinggi sehingga perekonomian pembangunan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Mengenai layak tidakkah pemerintah ikut tanda tangan dalam uang kertas, jawabannya tentu adalah layak karena alasan historis, ekonomi dan hukum.
UU tentang mata uang sangatlah penting mengingat uang sebagai legal tender, identitas dan simbol kedaulatan sebuah bangsa dan negara, sehingga tidak hanya koordinasi yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah saja yang dibutuhkan melainkan juga rasa nasionalisme dan kebanggaan kita dalam memegang, menggunakan dan menyimpan rupiah juga menjadi penting untuk menghadapai kondisi ekonomi global saat ini.
Steven Morris L.
Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan HMJA FEB UB
Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan HMJA FEB UB
Sumber:
Kementerian Keuangan. 2011. Media Keuangan (Transparasi Informasi Kebijakan Fiskal). Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Memang Selayaknya Pemerintah Tanda Tangan Mata Uang
UU Tentang Mata Uang Mampu Memberikan Landasan Hukum yang Kokoh dalam Pengelolaan dan Pengendalian Rupiah
UU Tentang Mata Uang Memberikan Kepastian Hukum Bagi Bangsa dan Negara
UU Tentang Mata Uang Memperkuat Rupiah
Pentingnya Political Will dalam Implementasi UU Tentang Mata Uang
UU Tentang Mata Uang Penting Bagi Kebijakan Moneter yang Lebih Baik, Kuat dan Stabil
http://www.tempo.co/hg/perbankan_keuangan/2011/05/31/brk,20110531-337922,id.html
0 comments:
Posting Komentar