Rabu, 24 April 2013 Departemen Penelitian dan Pengembangan mengadakan Diskusi Cerdas (Disdas) yang bertempatkan di HMJA FEBUB yang beragendakan tentang "Akuntansi Forensik". Berikut adalah ulasan dari Diskusi Cerdas tersebut.
Akuntansi forensik di Indonesia dapat digolongkan masih
baru dalam perkembangannya. Istilah akuntansi forensik ini muncul setelah
terbongkarnya kasus bank Bali oleh PwC (Pricewaterhouse
Coopers), salah satu empat besar (big four) Kantor Akuntan Publik Besar di
dunia. Keberhasilan PwC (Pricewaterhouse
Coopers) ini tidak terlepas dari
software yang dapat mengubah diagram sunburst
(diagram seperti cahaya yang mencuat dari matahari) menjadi diagram yang
lebih sederhana. Akan tetapi, keberhasilan ini tidak diikuti oleh legitimasi
peradilan yang baik khususnya di Indonesia. Selain itu, badan yang menaungi
akuntan forensik di Indonesia masih belum ada sehingga perkembangannya sendiri
masih menunjuk pada ACFE (Association of
Certified Fraud Examiners). Organisasi internasional ini merupakan
organisasi anti-fraud dan penyedia
pelatihan dan pengedukasian anti-fraud
terbesar di dunia (www.acfe.com).
Lalu apa akuntansi forensik itu?
Akuntansi forensik
muncul disebabkan oleh fraud dalam
bidang keuangan termasuk akuntansi. Fraud
atau penyelewengan dapat mencakup penyalahgunaan aset (missappropriation asset), korupsi (corruption) dan kecurangan dalam laporan keuangan (fraudulent on financial statement). Fraud tidak terjadi begitu saja tetapi
terdapat beberapa faktor yang menyebabkankannya yaitu kesempatan (opportunity), tekanan (pressure), rasionalisasi (rasionalization) dan kapabilitas (capability) yang sering disebut sebagai The Fraud Diamond. Sementara, akuntansi
forensik merupakan penerapan disiplin ilmu yang memadukan keahlian dibidang
audit dan akuntansi serta kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah
keuangan atas dugaan fraud yang
akhirnya dapat diajukan dan diselesaikan perkaranya melalui pengadilan. Menurut
Peat Marwick Lindquist Holmes, seorang akuntan forensik harus memiliki sifat kreatif,
rasa ingin tahu yang besar, pantang menyerah, rasional, business sense dan percaya diri. Beberapa sifat tersebut minimal
harus dimiliki oleh akuntan forensik dalam menjalani profesinya.
Akuntansi forensik
memang berkaitan erat dengan pemeriksaan akuntansi. Akan tetapi, akuntansi
forensik berbeda dengan audit. Dari segi tipe, audit bertipe proaktif dan
reaktif sedangkan akuntan forensik bertipe reaktif. Proaktif dan reaktif dalam
hal ini sangat berkaitan dengan kecenderungan auditor dan akuntan dalam
mengindikasikan sebuah fraud. Berbeda
dengan akuntansi forensik, auditing
mengalami perkembangan metode dari metode tradisional ke metode digital. Namun,
sekarang ini, kedua metode tersebut dapat dikombinasikan sehingga dapat
meminimalir risiko yang dapat terjadi.
Akuntansi forensik memiliki peranan yang penting dalam
pemberian pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Selain itu, disiplin ilmu ini juga membantu merumuskan altenatif penyelesaian
perkara ataupun sengketa. Akuntansi forensik dapat digunakan sebagai alat yang
handal dalam membongkar adanya tindakan korupsi didalam baik entitas
pemerintahan maupun entitas swasta. Alasan inilah yang membuat akuntansi
forensik sangat penting dalam pencegahan fraud
di Indonesia. (sr)
0 comments:
Posting Komentar