Latar
belakang Masalah
Sejak dahulu hingga sekarang, dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari manusia saling berinteraksi. Pada zaman nenek moyang kita, mereka
menggunakan sistem barter yakni menukarkan barang-barang sesuai yang mereka
butuhkan. Jadi, mereka hanya menukarkan antara barang satu dengan barang yang
lainnya. Kelemahan dari sistem ini yaitu terkadang mereka sulit dalam menemukan
orang yang sama-sama saling membutuhkan, dan terkadang barang yang dipertukarkan
itu nilainya tidak sama, hal ini ditakutkan akan merugikan salah satu pihak.
Oleh sebab itu, dengan zaman yang terus berkembang akhirnya ditemukan cara
penukaran barang yang dianggap adil yaitu dengan menggunakan alat tukar uang.
Adanya alat tukar uang diharapkan tidak ada yang dirugikan.
Manusia dalam hal
perdagangan terus mengalami perkembangan. Misalnya dalam pembelian hasil
pertanian atau peternakan. Para pedagang besar yang memerlukan barang produksi
dengan kapasitas besar, mereka biasanya memesan barang tersebut lebih dulu
sebelum barang tersebut ada. Sebagai ilustrasi, Bapak Amir selaku pemilik
pabrik tahu dan tempe yang sukses, bermaksud untuk membeli kacang kedelai dalam
jumlah cukup besar untuk mengantisipasi kebutuhan produksi pabrik tahunya. Oleh
karena itu, Beliau mendatangi Bapak Anto selaku petani kedelai untuk membeli
kedelai dengan jumlah 100 ton yang berkualitas baik dengan harga per ton Rp
4.250.000,-. Namun, pada saat itu Bapak Anto tidak memiliki persediaan kedelai
sebanyak itu sebab kedelainya juga belum panen seluruhnya, maka Bapak Amir
memberikan uang muka pembelian kepada Bapak Anto sebesar nilai penjualan yang
telah disepakati dan kedelai dapat dikirim kepada Bapak Amir, dua bulan
mendatang (setelah kedelai panen).
Ilustrasi yang
diceritakan di atas lumayan sering dilakukan dalam kegiatan jual beli. Akan
tetapi, hal ini perlu diteliti kembali bahwa sistem penjualan ini sebenarnya
diperbolehkan atau tidak dalam hukum perdagangan. Kemudian, menurut pandangan
agama bagaimana juga hukumnya. Jika, di dalam agama Islam, sistem jual beli
barang yang belum ada barangnya seperti ini tidak diperbolehkan sebab
ditakutkan akan merugikan salah satu pihak. Namun, di sisi lain agama Islam
juga mempermudah umatnya dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Seperti
kasus jual beli seperti ilustrasi di atas, mereka sering melakukan kegiatan
jual beli dengan membayar terlebih dahulu sebelum barangnya ada. Agama Islam
mempunyai sistem untuk mengatur permasalahan ini dengan sistem Akad Salam.
Sistem Akad Salam
ini diperbolehkan dalam agama Islam. Akad Salam adalah akad jual-beli dengan
pembayaran di muka dan penyerahan barang dikemudian hari (advance payment atau
forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas,
tanggal, dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam
perjanjian.
Penulis menyarankan agar sistem Akad Salam ini bisa
diterapkan dalam kegiatan jual beli. Jika perlu ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan tentang perdagangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
semua kegiatan perdagangan. Jual-beli
dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis mengangkat judul
"perlindungan petani dengan penerapan sistem akad salam "
Tujuan dan
Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar
belakang di atas tujuan dari penulisan ini, yaitu
1.
Untuk mengetahui sistem
jual-beli atau perdagangan yang ada di lingkungan masyarakat.
2.
Untuk memberi pengetahuan
kepada masyarakat tentang sistem jual-beli akad salam.
3.
Untuk memberikan saran
kepada masyarakat dan pemerintah supaya sistem jual-beli akad salam ini bisa
diterapkan di lingkungan masyarakat secara resmi. Jika perlu ditetapkan sebagai
peraturan perundang-undangan tentang perdagangan.
Adapun manfaat dari penulisan ini, yaitu :
1.
Menambah wawasan bagi
masyarakat dengan adanya sistem akad salam.
2.
Memberikan pendapat tentang
sistem penjualan yang sesuai bagi semua lapisan masyarakat.
3.
Sebagai wacana bagi
pemerintah agar memperhatikan kembali masalah peraturan perundang-undangan
tentang perdagangan.
GAGASAN
Kondisi
Kekinian
Pengertian dari akad
salam sendiri berasal dari kata as-salaf
yang artinya pendahuluan pemesanan barang dengan uang yang dibayarkan dimuka.
Selain itu para ahli hukum islam menamainya al-mahawi’ij atau mendesak dimana
pembeli sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari dan penjual sangat
membutuhkan uang tersebut pada saat itu. Pengertian lain yang disesuaikan
dengan PSAK 103 akad salam merupakan transaksi jual beli barang pesanan dengan
pengiriman dikemudian hari oleh penjual dan pembayaran dilakukan diawal
kesepakatan terjadi oleh pembeli.
Dalam pelaksanaanya
akad salam dibedakan menjadi dua jenis, yakni akad salam biasa dan akad salam
pararel. Akad salam biasa dilakukan langsung oleh pihak penjual kepada pihak
pembeli, baik dalam pembayaran maupun dalam pemenuhan pesananya. Sedangkan
dalam akad salam pararel akan dilibatkan piak ketiga selaku distributor atau
suplier untuk pemenuhan barang oleh pejual ketika telah tiba masa jatuh tempo.
Selain itu dalam pelaksanaanya diperlukan sebuah prasyarat agar akad salam
tersebut dapat dipenuhi yaitu, terdapat penjual dan pembeli, barang yang dijual
memiliki kriteria dan spesifikasi, yang jelas. Barang yang pengadaanya dijamin
oleh pengusaha, sehingga tidak terdapat batasan perolehan atas barangnya.
Barang yang dibeli ditentukan kuantitasnya diawal agar penjual tidak mengalami
kerugian atas kelebihan produksi. Dalam hal kelebihan produksi, bidang usaha yang
sering mengalami adalah bidang pertanian ketika diberlakukanya sistem ijon yang
tidak memiliki banyak syarat.
Persyaratan tersebut
yang amat membedakan sistem akad salam dengan sistem ijon dimana dalam
pengertianya sistem ijon adalah pembelian barang atau lebih umum pertanian
ketika masih hijau dengan harga murah untuk mendapat keuntungan yang besar.
Sistem ijon yang diterapkan biasanya dengan membeli hasil pertanian diawal
musim tanam tanpa dilakukan penentuan besar barang yang dipesan dan jenisnya.
Dalam siistem ijon tersebut apabila hasil panen melimpah maka petani atau pihak
penjual yang akan mengalami kerugian
karena jumlah barang yang dijual melebihi pembayaran. Sedangkan dilain pihak
apabila terjadi kekurangan maka pihak pembeli yang akan dirugikan.
Kondisi petani
indonesia yang terpuruk atas diberlakukanya sistem ijon oleh tengkulak tanpa
ada sebuah perlindungan hukum yang jelas semakin menjatuhkan kesejahteraan
petani Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan sebuah peraturan daerah yang jelas guna mengatur regulasi akad salam
sebagai upaya perlindungan terhadap petani dan pembeli agar tidak terjadi ketidakpastian diantara kedua pihak.
Solusi Yang
Pernah ditawarkan
Dalam pencegahan
sistem ijon sendiri telah dilakukan berbagai cara antara lain dengan melakukan
pembelian hasil panen oleh pemerintah langsung kepada petani guna mengurangi
kerugian petani. Selain itu juga diadakan koperasi yang digunakan untuk
melakukan pengelolaan dan sebagai sarana kooordinasi bagi petani. Selain itu
juga diinstruksikan kepada gubernur untuk melakukan kontrol langsung ke pasar
dan koperasi desa.
Pihak Yang
Terlibat
Dalam melaksanakan
gagasan untuk membuat peraturan daerah guna penerapan akad salam sebagai sarana
pelindung petani diperlukan bantuan beberapa pihak yaitu:
Pemerintah daerah
Pemerintah daerah
dalam hal ini bertidak sebagai pengesah dan pembuat regulasi dalam pelaksanaan
aturan akad salam. Pemerintah merumuskan yang disesyuaikan dengan akad salam
yang berlaku beserta persyaratan nya yang disesuaikandengan kehidupan majemuk
masyarakat indonesia.
Koperasi
Koperasi dalam hal
ini bertindak sebagai penghimpun dan pihak perantara bagi petani dan penjual.
Pihak koperasi juga yang membuat tanda bukti kesepakatan agar terjamin
keabsahan hukum dari kesepakatan tersebut.
Langkah
Strategis
Dalam
pengimplementasian dari pembuatan regulasi mengenai akad salam tersebut perlu
dilakukan beberapa langkah strategis. Pertama adalah dengan melakukan pemahaman
terlebih dahulu pokok-pokok transaksi akad salam beserta persyaratan
diterapkanya akad salam. Kedua adalah memahami lingkungan yang akan
diterapkanya akad salam untuk dilakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada di
lingkungan. Ketiga dirumuskanya peraturan serta dibicarakan mengenai
kesepakatan dan perjanjian oleh perwakilan kedua pihak. Keempat tahap
pengesahan dan sosialisasi aturan baru tersebut. Pada tahap sosialisasi inilah
diperlukan seluruh peran aktif masyarakat karena krusial dan pentingnya tahap
ini.
Kesimpulan
Sistem jual
beli Akad Salam (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqaha Hijaz) atau Salaf (
sebutan lazim digunakan oleh fuqaha Iraq), adalah sistem jual beli yang sistem
jual beli dimana pembayarannya dilakukan terlebih dahulu sedangkan penyerahan
barang yang di beli di kemudian hari tentunya dengan perjanjian antara penjual
dan pembeli. Hukumnya adalah “ Salam diperbolehkan karena termasuk jual beli.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melakukan salam pada sesuatu hendaklah ia
melakukan salam dalam takaran tertentu, dan waktu tertentu” (HR. Muslim)”.
“Abdullah
bin Abbas berkata, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, orang-orang Madinah
melakukan salam pada buah-buahan selama setahun atau 2 atau 3 tahun dan beliau
tidak mengingkarinya” (Muttafaq ‘alaih)”.
Adapun
hukum serta syarat yang di terapkan dalam sistem Salam, Hukum salam adalah :
·
Terdapat
penjual dan pembeli
·
Ada
barang ada uang
·
Terdapat
sigat (lafaz akad)
Sedangkan untuk syaratnya :
·
Pembayaran
dilakukan terlebih dahulu
·
Barang
menjadi hutang bagi penjual
·
Barang
dapat diberikan sesuai waktu perjanjian
·
Barang
tersebut harus jelas ukuran, takaran, timbangan, ataupun bilangannya
·
Diketahui
dan disebutkan sifat-sifat barangnya. Dengan adanya sifat barang ini
kemauan dan harga akan barang tersebut
akan berbeda tiap orangnya
Sistem ini
tergolong belum banyak ada yang tahu, dengan sistem ini tdak ada pihak yang
dirugikan dibanding dengan sistem ijon yang sangat merugikan penjual. Jika
dilihat dari sisi agama, jual beli yang salah satunya merugikan adalah hal yang
tidak disukai oleh Tuhan kita. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan hendaknya tidak saling merugikan satu sama lain.
Disusun oleh :
Agata Rangga Pamungkasl; Krisnu Putra Yutadi; Nina Eka Wahyuni; Luluk Farida
0 comments:
Posting Komentar